Kamis, 21 Maret 2013

Awalnya, Pak Soeharto tidak PD dengan Ibu Tien


Rupa-rupanya, kesibukan di dunia militer dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia dari Belanda, mengakibatkan Pak Soeharto tak pernah memikirkan soal asmara sedikitpun. Sampai akhirnya Pak Harto  dikunjungi oleh keluarga Prawirowihardjo, pamannya.

Saat itu,  Pak Harto diingatkan untuk segera menikah. Pak Harto yang saat itu sudah berusia 26 tahun. Pak Harto yang saat itu berpangkat Letkol tak terlalu menanggapi serius dan beralasan masih sibuk di Resimen dan mempertahankan kedaulatan negara dari Belanda yang saat itu masih belum mau angkat kaki dari Tanah Air. Jawaban itu tak dihiraukan oleh Ibu Prawiro. Dia mengatakan, membentuk keluarga adalah hal yang penting dan perkawinan tak perlu terhalang oleh perjuangan.

"Tetapi siapa pasangan saya? " tanya Pak Soeharto dalam autobiografi Soeharto Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya yang diterbitkan Cipta Lamtoro Gung Persada.
Ibu Prawiro langsung menjawab, "Kamu masih ingat kepada Siti Hartinah (Ibu Tien), teman sekelas adikmu, Sulardi, waktu di Wonogiri?" 
Pak Harto mengaku masih mengingatnya. 
"Apa dia akan mau. Apa orang tuanya akan memberikan? Mereka orang ningrat. Ayahnya, Wedana, pegawai Mangkunegaraan," kata Pak Harto kemudian.
Pak Harto saat itu tak pede akan dapat menikahi Bu Tien yang berasal dari keluarga ningrat.  Namun, hal itu tak menjadi persoalan bagi Ibu Prawiro. Dia mengaku mengenal seseorang yang dekat dengan keluarga Ibu Tien. Dia berencana akan mengirimkan pesan mengenai keinginannya untuk bertamu dan melamar Bu Tien untuk Pak Harto.

Bak gayung bersambut, kedua orang tua Bu Tien, KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo, menyambut baik keinginan Ibu Prawiro. Tak berapa lama kemudian, upacara 'nontoni', pertemuan antara yang akan melamar dan dilamar pun dilangsungkan.


"Agak kikuk juga sebab sudah lama saya tidak melihat Hartinah dan keragu-raguan masih ada pada saya, apakah dia akan benar-benar suka kepada saya," kata Pak Harto kala itu.
Namun perasaannya terbantahkan, komunikasi yang baik dalam pertemuan itu berakibat pada diterimanya lamaran Pak Harto pada Bu Tien. Mereka pun langsung merundingkan waktu akad nikah.

"Ini rupanya benar-benar jodoh saya !" kata Pak Harto.

Singkat cerita, pernikahan Pak Harto dengan Bu Tien dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo, pada sore hari. Namun sayang, acara penting dalam hidup Pak Harto dan Bu Tien itu tak sempat diabadikan. Tak ada pesta besar-besaran untuk menyambut pernikahan itu. Hanya ada acara selamatan yang digelar pada malam harinya. Dengan penerangan beberapa lilin. Karena saat itu suasana Kota Solo pada malam hari harus digelapkan untuk mencegah bahaya besar jika Belanda melancarkan serangan udara.

Tiga hari setelah menikah, Pak Harto langsung memboyong Bu Tien ke kota tempatnya bertugas yang saat itu menjadi ibu kota negara yakni Yogyakarta. Mereka pun menjalani romantika kehidupan keluarga dan di kemudian hari memiliki enam orang anak. Saat itu, Ibu Tien mungkin tak pernah membayangkan bahwa suaminya akan menjadi Presiden RI kelak.



Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar